E-Purchasing Jasa Konstruksi Melalui E-Katalog, Apakah Menjadi Solusi Transformasi Positif Untuk Masyarakat Jasa Konstruksi?
Penulis : DENDY AKAD BULDANSYAH
Pengurus KADIN JABAR bidang perumahan, tata ruang, agraria dan Kawasan
Ketua Umum JAPNAS Kota Bandung
Sekertaris Umum AKSDAI Jawa Barat
REGULASI PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah beberapa kali mengalami perubahan regulasi, terakhir dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang baru.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 02 februari 2021, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Perpres ini disebutkan, bahwa metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender.
E-purchasing sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
Adapun Tender Cepat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal : a. spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan b. Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, dan Tender sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam keadaan tertentu.
E-purchasing pada awal nya hanya dilaksanakan untuk pengadaan barang yang sudah tercantum di katalog elektronik (e-katalog). Namun untuk saat ini pengadaan jasa konstruksi sebagian sudah bisa dilakukan melalui E-purchasing, terutama untuk bidang pekerjaan hotmix atau pembetonan jalan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus meningkatkan penggunaan Katalog Elektronik atau e-Katalog dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk mendukung PBJ Pemerintah yang terbuka, efisien, cepat dan mudah. Untuk itu, pada tahun 2021 Kementerian PUPR terus menambah jumlah e-Katalog Sektoral pada Bidang Sumber Daya Air dan Bidang Bina Marga khususnya komoditas Mobile Pump, Komoditas Jalan Jembatan dan Komoditas Preservasi Jalan.
ini merupakan tindak lanjut dari arahan dan instruksi Bapak Presiden Republik Indonesia yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor. 1 Tahun 2015, yang menekankan percepatan pengembangan sistem untuk pengadaan/lelang elektronik (eprocurement) dan penerapan pembayaran elektronik (e-purchasing) yang berbasis e-katalog,
Keunggulan penggunaan e-katalog dari sisi proses akan lebih cepat namun akuntabel karena tercatat semua secara elektronik."Jika rata-rata tender tercepat 37 hari atau bisa bahkan sampai 3 bulan, maka dengan e-katalog bisa langsung dipilih sesuai yang ada di daftar, karena sifatnya untuk pengadaan kebutuhan yang berulang, misalnya seperti pembelian alat berat dll.
TRANSFORMASI PENGADAAN JASA KONSTRUKSI
Tranformasi pengadaan jasa konstruksi dari paradigma lama ke paradigma baru ini perlu disosialisasikan kepada seluruh penyedia jasa konstruksi terutama penyedia jasa konstruksi kualifikasi kecil dan menengah (UMKM) agar bisa berpartisipasi lebih kedepannya.
Mengingat untuk saat ini para UMKM jasa konstruksi baru mengenal E-purchasing terbatas untuk pengadaan barang saja. Mereka sampai saat ini biasa mendapatkan pekerjaan melalui Pengadaan Langsung Penunjukan Langsung, Tender Cepat dan tender.
Selain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang terus meningkatkan penggunaan Katalog Elektronik atau eKatalog dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ), pada tahun anggaran 2023 ini Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Barat juga sudah melakukan transformasi pengadaan jasa konstruksi dari tender ke E-purchasing untuk pekerjaan jalan di seluruh wilayah propinsi jawa barat dengan mengklik Badan Usaha pemilik Asphal Mixing Plant (AMP) dan badan usaha pemilik Batching Plant (Readymix) Pada tahun 2023 ini.
Seperti kita ketahui Bersama bahwa penyedia jasa pemilik AMP dan batching plant mayoritas adalah kualifikasi besar sehingga memasuki persyaratan competitive catalogue (penyedia dengan kepemilikan alat utama dan tenaga tetap baik tenaga ahli maupun terampil).
Menurut pasal 20 Undang-Undang no 02 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi, kualifikasi badan usaha jasa konstruksi terdiri atas : Kecil, Menengah dan Besar. Kualifikasi Kecil untuk pekerjaan 0 s/d 15 Milyar, Kualifikasi Menengah untuk pekerjaan 15 s/d 50 Milyar dan Kualifikasi Besar untuk pekerjaan lebih besar dari 50 Milyar sampai tidak terbatas sesuai dengan kemampuan dasar perusahaan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan terjadi ketidaksinkronan pelaksanaan peraturan konstitusi antara Undang-Undang no 02 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor. 1 Tahun 2015, yang menekankan percepatan pengembangan sistem untuk pengadaan/lelang elektronik (e-procurement) dan penerapan pembayaran elektronik (epurchasing) yang berbasis e-katalog.
Pada pasal 20 Undang-Undang no 02 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi jelas dibahas tentang segmentasi pasar, namun di Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor. 1 Tahun 2015 tidak ada pengaturan segmentasi pasar (inkonsistensi regulasi) sehingga terjadi distorsi pasar.
Dimana pekerjaan dibawah 15 Milyar yang harusnya untuk penyedia kelas kecil ataupun pekerjaan 15 s/d 50 Milyar yang harusnya untuk penyedia kelas menengah ini malah dikerjakan oleh penyedia kelas besar.
Dikhawatirkan jika tidak ada pengaturan lebih lanjut ini akan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat dan akan berdampak negatif untuk tata kelola jasa konstruksi nasional. Kenapa bisa begitu ? sebab Populasi penyedia jasa konstruksi di Indonesia didominasi sekitar 90 % oleh penyedia kelas kecil, sekitar 7 % oleh penyedia kelas menengah dan sekitar 3 % oleh penyedia kelas besar.
Jangan sampai transformasi e-katalog yang sudah terasa terbuka, efisien, cepat dan mudah ini dikemudian hari menjadi masalah. Mengingat mayoritas penyedia jasa konstruksi adalah kelas kecil dan menengah atau UMKM. UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia.
UMKM merupakan pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, penyedia lapangan kerja terbesar, pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
UMKM lebih tahan terhadap krisis ekonomi dibanding perusahaan besar karena produk dan jasa yang dihasilkan dekat dengan kebutuhan masyarakat, mengandalkan sumber daya lokal, dan tidak tergantung pada dana pinjaman dari bank. Pemberdayaan masyarakat dalam ekonomi rakyat harus menjadi perhatian bersama. UMKM juga merupakan solusi bagi masyarakat yang diPHK akibat krisis ekonomi 1997.
UMKM memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, dengan jumlah yang mendominasi dan peran yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi PDB. Namun, UMKM kurang mendapat perhatian dari pemerintah dibandingkan dengan pengusaha besar atau konglomerat yang banyak didukung dalam pengembangan usaha.
Hal ini dapat menyebabkan UMKM semakin tertinggal dibandingkan dengan pengusaha besar. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-katalog juga diharapkan tidak membuat sektor UMKM semakin tertekan. Data dari Gapensi Kota Semarang tahun 2019 menunjukkan bahwa UMKM mendominasi jumlah penyedia barang/jasa pemerintah, tetapi tidak berbanding lurus dengan partisipasi UMKM dalam pengadaan tersebut.
Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada LKPP untuk mefasilitasi UMKM dalam berpartisipasi aktif dalam e-katalog dan memberikan kemudahan kepada UMKM melalui kebijakan pemerintah agar produk-produk lokal dapat bersaing dengan produksi luar negeri.
Hal ini penting untuk mencegah produk impor yang menyamar sebagai produk UMKM masuk ke dalam e-katalog. Perlu adanya standarisasi dari pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Koperasi dan UMKM, dan Perdagangan agar bersinergi dalam mengembangkan industri dan usaha kecil UMKM agar dapat berkembang dan masuk e-katalog.
Pemberlakuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bagi produk-produk yang masuk di e-katalog akan memudahkan UMKM dalam memasarkan produknya di e-katalog. Masuknya produk UMKM ke e-katalog akan meningkatkan omzet dan berkembangnya UMKM yang akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Namun, pelaksanaan e-katalog dalam pengadaan barang/jasa pemerintah juga dapat
mempengaruhi sektor UMKM yang selama ini menjadi rantai distribusi barang/jasa, perlu adanya perhatian dan kebijakan pemerintah yang memihak pada UMKM dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah seperti pola kemitraan dan perlindungan terhadap UMKM agar dapat tetap eksis dan berkembang dalam pasar yang semakin kompetitif.
Perlu juga adanya sistem monitoring dan pengawasan untuk mencegah praktik penyamaran produk impor sebagai produk UMKM dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Dengan demikian, UMKM dapat tetap berperan aktif dalam pembangunan ekonomi Indonesia. sebagai pasar utama.
Pemerintah juga harus memperhatikan masalah akses perbankan yang masih sulit bagi UMKM, sehingga dapat mempermudah UMKM untuk mengakses fasilitas perbankan seperti kredit modal kerja yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
Secara keseluruhan, pelaksanaan e-katalog dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dapat memberikan keuntungan bagi UMKM jika diterapkan dengan baik dan dikelola dengan benar. Namun, perlu adanya perhatian dan dukungan yang cukup dari pemerintah agar UMKM dapat berpartisipasi aktif dalam e-katalog dan tidak terpinggirkan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
LKPP perlu menyempurnakan aturan terkait e-katalog di sektor jasa konstruksi, dengan menhadirkan inovasi-inovasi regulasi baru yang dapat menyehatkan persaingan usaha sehingga dapat menjaga perhatian dan dukungan yang cukup kepada UMKM sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam e-katalog dan tidak terpinggirkan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah dan memberikan kontribusi positif kepada ekonomi.
ALTERNATIF SOLUSI AGAR E-KATALOG MENJAGA IKLIM USAHA YANG SEHAT
Menurut Amato Neto (1999), beberapa perubahan dalam dunia kapitalis modern, seperti munculnya teknologi baru, menyebabkan perubahan dalam struktur organisasi perusahaan. Dalam konteks ini, munculnya paradigma produksi ramping telah menghasilkan hubungan antar perusahaan jenis baru. Salah satu bentuk hubungan antar perusahaan adalah jaringan kerja sama antar perusahaan yang beroperasi dalam rantai produksi yang sama, yang dapat menciptakan sinergi dampak positif, yang disebut 'efisiensi kolektif'.
INTEGRASI VERTIKAL
Porter (1980) mendefinisikan integrasi vertikal sebagai kombinasi proses produksi, distribusi, penjualan dan/ atau proses produksi lain yang berbeda dalam batas-batas perusahaan yang sama. Harrigan (1983) menjelaskan empat strategi umum dari integrasi vertikal, masing-masing dengan tingkat pemindahan yang berbeda dan investasi internal yang berbeda dan masing-masing menyiratkan daya tawar dengan industri-industri yang berdekatan. Strategi-strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Strategi terintegrasi penuh: perusahaan yang terintegrasi penuh secara internal membeli atau menjual semua kebutuhan mereka untuk bahan atau layanan tertentu secara internal. Mereka memiliki tingkat integrasi internal tertinggi (Harrigan 1983).
Strategi yang terintegrasi lancip: perusahaan yang terintegrasi lancip mengandalkan pihak luar untuk sebagian kebutuhan mereka. Integrasi lancip berarti bahwa perusahaan membeli atau menjual sisanya melalui pemasok khusus, distributor, atau pesaing yang tidak begitu terintegrasi (Harrigan 1983).
SOLUSI KEMITRAAN MAIN KONTRAKTOR – SUBKONTRAKTOR DI E-KATALOG JASA KONSTRUKSI
Subkontrak telah disajikan sebagai alternatif organisasi untuk beberapa kegiatan ekonomi (Beardsworth 1988). Perusahaan semakin mendesentralisasi pekerjaan mereka, memungkinkan subkontrak menjadi bagian dasar dari organisasi kerja. Pagnani (1989) mendefinisikan subkontrak sebagai hubungan hukum-ekonomi antara dua agen, di mana kriteria karakteristiknya adalah substitusi dan subordinasi.
Kriteria substitusi berarti bahwa subkontraktor melaksanakan operasi dengan risiko teknis dan finansial, bukan pemberi tugas; kriteria subordinasi berarti subkontraktor harus mengikuti arahan yang diberikan oleh kontraktor.
Kemitraan telah dilihat sebagai alat untuk meningkatkan kinerja proses konstruksi dan menekankan caranya membantu menciptakan sinergi dan memaksimalkan efektivitas sumber daya masing-masing peserta (Barlow et al. 1997).
Sampai saat ini, bermitra dipahami sebagai serangkaian proses kolaboratif, yang menekankan pentingnya tujuan bersama. Dasar kemitraan adalah tingkat kepercayaan antar organisasi yang tinggi dan adanya tujuan yang saling menguntungkan. Bermitra berarti proses manajemen yang membantu perencanaan strategis untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, dan membentuk tim dengan tujuan bersama (Barlow et al. 1997).
Peserta proyek dapat meningkatkan kinerja dalam hal biaya, waktu, kualitas, kemampuan membangun, kesesuaian dengan tujuan, dan keseluruhan kriteria lainnya, jika mereka mengadopsi cara kerja yang lebih kolaboratif (Bresnen dan Marshall 2000).
LKPP sebagai regulator pengadaan barang/jasa pemerintah kedepannya perlu menata pasar jasa konstruksi untuk menjaga iklim usaha agar tetap sehat dan tidak terjadi monopoli ataupun oligopoli. Salah satu caranya yaitu dengan mewajibkan Pola Kemitraan antara penyedia jasa kualifikasi besar (Main Kontraktor) dengan penyedia jasa kualifikasi menengah atau kecil (Subkontraktor).
Penyedia jasa kualifikasi besar bertindak sebagai Ketua Kemitraan (leader kemitraan)) yang bertugas membina penyedia jasa menengah dan kecil (member kemitraan) yang ada di radius wilayahnya sehingga iklim usaha akan tetap kondusif dan tidak akan menimbulkan gejolak akibat penyedia jasa menengah dan kecil tidak mendapatkan pekerjaan.
Sebagai contoh untuk pekerjaan jalan, penyedia kelas besar mengerjakan pekerjaan dengan volume major seperti pengaspalan (hotmix) atau pembetonan (readymix), sedangkan untuk penyedia kelas menengah dan kecil untuk pekerjaan-pekerjaan penunjang seperti saluran air, trotoar, gorong-gorong dan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Pola kemitraan ini tentunya harus didasarkan kepercayaan dan profesionalisme yang tinggi diantara pelakunya, karena akan menentukan tingkat keberhasilan pekerjaan yang nantinya akan mereka kerjakan, jika pola kemitraan sukses tentunya hasil pekerjaan akan berkualitas sehingga akan mendapatkan repeat order dari pengguna jasa sehingga menguntungkan semua pihak, namun sebaliknya tentunya akan menimbulkan masalah baru dan merugikan semua pihak dan tentunya semua pelaku kemitraan akan masuk daftar hitam LKPP dan diturunkan penayangannya di e-katalog sampai habis masa berlaku daftar hitamnya.
Dalam hal ini penyedia kualifikasi besar sebagai ketua kemitraan harus bertindak sebagai managemen pelaksanaan yang menjaga schedule, biaya dan mutu pekerjaan sesuai kontrak, dan yang terpenting menjaga kepercayaan pembayaran secara on-time kepada subkontraktor.
Disisi lain subkontraktor harus dipilih hati-hati berdasarkan profesionalisme, legalitas, modal kerja, peralatan, tenaga teknis tetap sehingga dapat menjalankan proses subtitusi yang aman (subtitusi resiko teknis dan resiko finansial) dan proses subordinasi yang baik (bekerja sesuai perintah Main kontraktor) sehingga dapat menjaga waktu, biaya dan mutu dan pada akhirnya akan menguntungkan semua pihak.
Kiranya dalam pola kemitraan tersebut diatas subkontraktor dapat dibina oleh main kontraktor yang menajdi mitranya dan diharpkan menjadi kontraktor spesialis, sehingga kinerja kemitraan dapat menjadi lebih efektif dan efesien, menguntungkan semua pihak tidak hanya subkontraktor terbantu dengan mendapatkan pekerjaan tapi main kontraktor sekalipun mendapatkan keuntungan lebih. Khusus pekerjaan aspal hotmix mutlak diperlukan peralatan khusus walaupun untuk pekerjaan dengan volume kecil.
KESIMPULAN
e-katalog jasa kontruksi saat ini merupakan solusi pemilihan penyedia jasa dengan terbuka, efisien, cepat dan mudah. namun saat ini hanya dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi kelas besar yang secara statistik sangat sedikit jumlahnya.
Dengan begitu bisa ada penilaian yang kurang baik dari penyedia jasa kelas menengah dan kecil karena mereka tidak mendapatkan pekerjaan atau bahkan dapat menuding bahwa e-catalog ini hanya akal-akalan kementrian/dinas untuk menghindari tender dengan underprice bid yang merupakan fenomena yang sedang berlaku dan sangat sulit untuk dirubah baik oleh kementrian PUPR maupun oleh LKPP sehingga e-katalog ini menjadi solusi sementara untuk menghindari lelang.
Pola kemitraan antara main kontraktor dan subkontraktor merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk menjaga pasar tetap kondusif dan iklim usaha yang sehat sehingga menjamin semua pelaku penyedia jasa konstruksi tetap bisa berkontribusi dalam pembangunan di indonesia
Solusi berikutnya diharapkan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) sebagai pembina jasa konstruksi di Indonesia Bersama LKPP sebagai regulator pengadaan harus menata peraturan e-katalog dibidang jasa konstruksi di Indonesia agar dapat menjamin kelangsungan usaha para penyedia jasa kontruksi kualifikasi kecil dan menengah agar iklim usaha tetap sehat dan tertib sehingga ekonomi Pancasila dan sila ke -5 pancasila “keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia” dapat terwujud bagi masyarakat jasa konstruksi.
Penulis/Pewarta:
Editor: Agus Hermawan
©2023 JAVANEWS.TV