Penjualan Holding BUMN Farmasi Tembus 15 T Di Semester 1 2021

210929181738-penju.jpg

Penjualan Holding BUMN Farmasi Tembus 15 T Di Semester 1 2021 (Foto: Istimewa)

JAVANEWS.TV I BANDUNG,- Ditengah pandemi yang sudah berlangsung selama 1.5 tahun, PT Bio Farma (Persero) sebagai Induk Holding BUMN Farmasi, terus melakukan transformasi sebagai pilar dari ketahanan kesehatan nasional. Pandemi COVID-19 menjadi tantangan terbesar Bio Farma sebagai induk Holding BUMN Farmasi, yang baru dibentuk pada 31 Januari 2020, atau tepat dua bulan sebelum Pandemi.

Holding BUMN Farmasi dibentuk dengan Bio Farma sebagai Induk dan Kimia Farma dan Indofarma sebagai dua anak perusahaan, sehingga menjadikannya perusahaan farmasi terbesar, dengan13 pabrik, 78 jaringan distribusi dan 1.300 jaringan apotek serta 560 laboratorium klinik di Indonesia.

Dengan visi Holding BUMN Farmasi, menjadi Perusahaan Farmasi yang berdaya saing global, Holding BUMN Farmasi melakukan beberapa transformasi dalam upaya untuk menata portofolio produknya, meningkatkan utilisasi pabrik dengan fokus dan melakukan integrasi proses bisnis perusahaan.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir mengatakan, penataan ulang portofolio produk Holding Bio Farma terutama untuk Kimia Farma dan Indofarma, menjadi prioritas kami, untuk menjalankan Holding BUMN Farmasi. Sehingga, pada masa yang akan datang, Kimia Farma dan Indofarma, akan memiliki diversitas dan fokus jenis produk yang berbeda.

Penataan ulang portofolio produk ini, menjadi prioritas kami, mengingat produk Kimia Farma dan Indofarma, ada yang saling beririsan. Hal ini kami lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing. Dan kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing - masing entitas baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical, dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alkes, ujar Honesti.

Hal lain yang menjadi prioritas pembentukan Holding BUMN Farmasi adalah, harmonisasi dari seluruh jaringan perusahaan untuk mencapaicost-effectiveness, seperti melalui sentralisasi distribusisales serviceyang menjadi jantung dari proses harmonisasi ini.

Proses transformasi tersebut dilaksanakan bersamaan dengan penanganan Pandemi Covid-19. Sebagai BUMN, Holding BUMN Farmasi melakukan inisiatif-inisiatif untuk membantu pemerintah menanggulangi pandemi seperti ; menyediakan masker medis dan non-medis dengan harga jauh dibawah harga pasar. Memastikan ketersediaan obat terapi covid seperti azithromycin, oseltamivir, chloroquine, dan remdesivir. Holding BUMN farmasi fokus untuk memastikan ketersediaan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi dan memastikan ketersediaan bahan baku yang harganya sempat meningkat sampai 600% saat pandemi karena lockdown.

Berkolaborasi denganstart-updan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menciptakan PCR Test Kit test-yang lebihaffordablenamun memiliki golden standard (WHO) sehingga mampu menurunkan harga test di pasaran. Menyediakan vitamin dan alat kesehatan di seluruh outlet apotek Kimia Farma. Melakukan inovasi Mobile Lab BSL-3 sehingga dapat melakukan test PCR di daerah yang kekurangan kapasitas test.

Penyediaan vaksin Covid-19 dari berbagai macamplatformyang diperoleh melalui hubungan bilateral dan multilateral. Terhitung tanggal 24 September 2021 sudah terdistribusi sebanyak lebih dari 175 juta dosis. Penerapan Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV), untuk memastikan distribusi vaksin yangreal-time, sehingga kualitas vaksin akan tetap terjaga sejak meninggalkan Gudang distribusi Bio Farma, hingga vaksin digunakan di masyarakat.

Kinerja Holding BUMN Farmasi Semester I 2021

Dengan adanya penugasan dari pemerintah untuk penanganan Covid-19 seperti penyediaan vaksin Covid-19, obat-obatan, multivitamin, serta alat kesehatan, kinerja keuangan, Holding BUMN Farmasi (Bio Farma, Kimia Farma dan Indofarma) pada semester I 2021 mengalami peningkatan 164% Yoy, dari Rp 5,78 triliun pada tahun 2020, menjadi Rp 15,26 triliun.

Secara detail, pendapatan Bio Farma sendiri, didapat dari realisasi pendapatan penugasan yang mencapai Rp 8,12 triliun, yang terdiri dari Rp 7,97 triliun program vaksin Covid-19 dan 144,30 miliar, didapat dari program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).

Untuk anggota Holding BUMN Farmasi, Kimia Farma membukukan pendapatan pada Semester I 2021 sebesar, Rp 5,56 triliun yang diperoleh dari penjualan produk pihak ketiga sebesar Rp 4,1 triliun termasuk didalamnya, didapat dari VGR sebesar Rp 402,9 miliar. Pertumbuhan penjualan dari Kimia Farma sebesar 18,6% yoy.

Sedangkan untuk Indofarma, pendapatan Semester I 2021 mencapai Rp 849.33 miliar, berasal dari penjualan obat Obat Generik Berlogo (OGB) danetchicalsebesar Rp 492,79 miliar, sisanya dari penjualan alkes multivitamin dan lain-lain. Pertumbuhan penjualan dari Indofarma sebesar 89,9% yoy.

Honesti menegaskan, jika dilihat penjualan bersih perusahaan diluar penugasan pandemi Covid-19, kinerja Holding BUMN Farmasi masihon the track, meski masih menghadapi tantangan untuk penjualan ekspor, karena adanya lockdown di beberapa negara penerima produk Holding BUMN Farmasi, khususnya vaksin. Demikian juga dengan penjualan dalam negeri sektor pemerintah, sesuai dengan instruksi pemerintah, bahwa saat ini, fokus pada vaksin Covid-19, termasuk dengan obat-obatan, yang digunakan untuk penanganan Covid-19.

Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan Covid-19, masih bisa mencapai Rp 985 miliar, yaitu mencapai 84,39% dari yang ditargetkan pada Semester I 2021. Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp 549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri (pemerintah), mencapai Rp 66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8% dari yang dianggarkan, ungkap Honesti.

Honesti menambahkan, Bio Farma dalam menghadapi pandemi, berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus Covid-19, berupa Rapid Testpolymerase chain reaction (RT-PCR) yang diluncurkan pada Semester I tahun 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Inovasi yang dihasilkan dari hasil kolaborasi bersama startup, yang sudah memenuhi gold standard RT-PCR kit. RT-PCR ini juga dilengkapi dengan media VTM (Viral Transport Media) yang dibuat dan diproduksi secara mandiri oleh Bio Farma.

Penjualan sektor swasta, mencapai Rp 431 miliar, atau sudah mencapai 105% dari yang dianggarkan sebesar Rp 411 miliar. 68,86% dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp 283 miliar, ujar Honesti.

Selain meluncurkan produk RT PCR Kit, Bio Farma Kembali meluncurkan inovasi terbaru yaitu Bio Saliva, alat uji untuk mendeteksi Covid 19 dengan metode kumur (gargling). Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19. Gargle PCR memiliki sensitifitas hingga 95% sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standar SWAB Nasofaring-Orofaring menggunakan PCR Kit. Keunggulan produk ini merupakan produk non invasif yang memberikan kenyamanan terhadap orang yang akan di PCR.

Penulis/Pewarta: Rahmat
Editor: Rahmat
©2021 JAVANEWS.TV

Komentar