Tantangan dan Peluang Pengaplikasian 5G di Indonesia
JAVANEWS.TV I BANDUNG,-
Masih banyak tantangan yang harus diatasi dalam pengaplikasian frekuensi 5G di Indonesia, salah satunya membebaskan spektrum frekuensi 5G dari layanan eksisting, seperti satelit dan Broadband Wireless Access (BWA).
Saat ini, Telkomsel menyelenggarakan teknologi 5G dengan hanya 30 MHz di spektrum frekuensi 2.3 GHz. Padahal, persyaratan yang dibutuhkan untuk 5G dapat berjalan dengan baik adalah sekitar 100 MHz.
Selain itu peluang juga sangat besar, hal ini dibahas dalam Webinar Kerangka Pengembangan dan Penerapan Teknologi 5G di Indonesia. Webinar ini dibuka oleh Professor Aurik Gustomo, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik SBM ITB, diselenggarakan oleh Management of Technology Lab ITB. Mira Tayyiba Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Arief Mustain, Director & Chief Strategy and Innovation Officer Indosat Ooredoo. Serta dimoderatori oleh Dedy Sushandoyo, Dosen SBM ITB.
Menurut Arief Mustain, Banyak pemain baru yang memandang 5G ini masih banyak peluang, para pemain tekno dunia seperti facebook sudah mulai berinvestasi disini, kompetisi disini juga terkait dengan Fiber, 5G ini menjanjikan kecepatan, main actornya merupakan fiber, tantangannya di Indonesia masih terbatas pada regulasi di daerah yang kurang supportif.
Webinar ini merupakan diseminasi hasil riset Dr. Sahat Hutajulu, yang baru saja menyelesaikan masa studi doktoralnya, di bawah bimbingan promotor Prof. Wawan Dhewanto, Ph.D serta ko-promotor Dr.rer.pol. Eko Agus Prasetio.
Sementara itu, menurut Wawan Dhewanto, Saat ini diskusi perkembangan dan penerapan teknologi 5G sedang hot, proses transformasi teknologi telekomunikasi ini semakin lama semakin cepat. Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah membuat road map 5G nasional agar teknologi 5G ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia di berbagai level nasional dan daerah.
Dengan adanya 5G ini sangat berkontribusi bukan hanya bagi bisnis telekomunikasi tetapi juga bagi ekosistem bisnis keseluruhan.
Teknologi 5G ini merupakan salah satu infrastruktur yang mendukung konektivitas dan mendukung perkembangan ekosistem kewirausahaan dan ekosistem bisnis yang ada di Indonesia.
Penerapan teknologi 5G ini dapat mendukung perkembangan berbagai sektor bisnis, termasuk sektor telekomunikasi, kesehatan, dan transportasi. Teknologi 5G ini menumbuhkan startup telekomunikasi dan juga mendukung usaha baik usaha besar maupun UMKM untuk go digital serta merubah model bisnisnya dari offline ke hybrid (kombinasi offline dan online).
Perubahan model bisnis ini dibutuhkan bukan hanya selama pandemi untuk sustain (bertahan) tetapi juga setelah pandemi untuk recovery (pemulihan).
Selain membuka sejumlah peluang, penerapan teknologi 5G juga memiliki tantangan terutama nilai investasi yang sangat tinggi. Saat ini perubahan teknologi telekomunikasi sangat cepat. Pada saat kita memikirkan penerapan teknologi baru ini, kita juga perlu memonitor masa depan teknologi 6G tambah Wawan.
Hal senada diungkapkan mahasiswa Doctor of Science in Management Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Sahat Hutajulu yang baru saja menyelesaikan sidang promosi pada 23 September 2021.
Tantangan lain dalam pengaplikasian 5G yaitu bangsa Indonesia masih perlu menumbuhkan ekosistem inovasi untuk pengaplikasian 5G.
Selain menghadapi tantangan, terdapat berbagai ketidakpastian dalam pengaplikasian frekuensi 5G, diantaranya keadaan global yang tidak terduga, keraguan dari pemerintah, operator seluler dan industri, serta kebutuhan ekosistem untuk berinovasi.
Selain itu, pengaplikasi 5G di Indonesia menghadapi ketidakjelasan dampak sosial. Penggunaan 5G juga belum tentu laku dipasaran dan berpotensi muncul masalah baru, seperti keamanan pribadi.
Hal-hal tersebut diketahui dari hasil penelitian disertasi Sahat dengan mewawancarai berbagai pimpinan pemegang kepentingan 5G di Indonesia. Di antaranya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, operator telekomunikasi seluler, penyedia alat telekomunikasi dan universitas.
Dari ketidakpastian tersebut, lanjut Sahat, terdapat dua hal yang paling sering disebut oleh seluruh responden, yakni kebergunaan 5G dengan aplikasi-aplikasi baru (5G use cases) dan kesiapan infrastruktur (infrastructure readiness). Dari kedua hal ini kemudian dibuat dua sumbu analisis untuk menciptakan empat kuadran. Dari keempat kuadran tersebut kemudian dipilih dua skenario yang terbaik dan terburuk untuk didiskusikan.
Skenario terbaik kemudian diberi nama the optimistic champion atau sang pemenang optimis dan skenario yang lebih pesimis diberi nama the wait and respond atau sang penunggu. Kedua nama skenario tersebut menggambarkan Indonesia sebagai suatu bangsa dalam merespon teknologi 5G masuk ke Indonesia.
Selanjutnya kedua skenario tersebut disimulasikan menggunakan Pemodelan Berbasis Agen atau Agent-Based Modelling. Hasil simulasi menunjukan bahwa skenario sang pemenang berdampak waktu difusi 5G di Indonesia menjadi 34% lebih cepat, dibanding skenario sang penunggu.
Dari pembahasan dengan seluruh narasumber, lanjut Sahat, didapatkan faktor-faktor penyebab utama mengapa teknologi 5G dibutuhkan di Indonesia. "Di antaranya, untuk meningkatkan kompetisi Indonesia di kancah global, target pemerintah dan nasional, juga ada permintaan dari masyarakat," ucap Sahat, Rabu (29/9/2021).
Selain itu, teknologi 5G dibutuhkan karena dorongan kebutuhan operator, industri 4.0, evolusi ekosistem bisnis, keuntungan ekonomi, untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan karena pengaruh dari perusahaan teknologi.
Riset tersebut berhasil dipublikasikan di jurnal internasional Technology Forecasting and Social Change dengan kualifikasi tertinggi (Scopus Q1). Tim peneliti dari riset ini adalah Dr. Sahat Hutajulu, yang baru saja menyelesaikan masa studi doktoralnya, di bawah bimbingan promotor Prof. Wawan Dhewanto, Ph.D serta ko-promotor Dr.rer.pol. Eko Agus Prasetio.
Penulis/Pewarta: Rahmat
Editor: Rahmat
©2021 JAVANEWS.TV